Jomblo ya ? … Jomblo ya ? … Jomblo ya ? … Hahahahaha … tenang, santai saja, kita ndak
beda jauh kok, kita sama. Ndak lengkap kan rasanya kalo seorang jomblo, semisal
saya belum juga bisa menceritakan dan berbagi kepada anak – cucunya tentang kisah
heroik ke-jombloanya. Sekarang jadi tahu kan kamu – kamu, ternyata kamu gak
sendirian lo jadi jomblo di sini. Kamu, aku, bisa jadi tukang – tukang bakso,
kenek angkot, dan tukang – tukang yang laen,
kalo kamu mau tanya satu – satu pasti ada kok yang nyelip di antara mereka sebatang jomblo. Semacam upil di sela – sela bawah meja gitulah istilahnya atau perumpamaanya.
Ngomongin
soal jomblo belum lengkap rasanya kalo gak ngomongin soal upil juga. Upil … sudah
pada tahu kan apa itu upil ? deskripsi upil bagi saya adalah salah satu bagian
dari anatomi tubuh manusia yang hobinya nongkrong di hidung, gak peduli itu
hidungya presiden, artis, sampai tukang soto pasti tak luput dari
tongkronganya. Ndak tahu juga apa yang di rasakan sama si upil pas nongkrongnya
di artis – artis film plus – plus gitu, Enak kali … bisa ngintip pas mandi …
Husshhh … Hahahaha …
Dan
memang sudah jadi nasibnya si upil selalu asik untuk di mainkan, gak sendiri,
gak di tempat umum, upil tetep selalu jadi maenan yang asik. Gak percaya ? coba
aja deh sekarang kalo kamu masih gak percaya, hayati, nikmati, dan rasakan
proses dari pengupilanmu, terus nanti kamu tarik hipotesa yang asik, pasti
ujung – ujungnya asik juga. Sekali lagi tarik hipotesa yang asik, Okey …
Berbanding lurus dengan upil yang asik untuk di maenkan, jomblo pun tak pernah bisa lari jadi maenan asik, bahan ojekan yang asik, eh … salah maksut saya ejekan yang asik di manapun habitatnya berkembang. Mungkin untuk hal ini cuma bisa di bayangkan sama mereka – mereka atau kita – kita yang selaras – senasib - sejalan, jadi untuk yang tidak senasib tidak saya sarankan untuk baca tulisan ini, tapi saya sarankan untuk bisa secepatnya merasakan juga bagaimana jadi jomblo. Biar nanti pas umpamanya ada ujian mata kuliah tentang jomblo, setidaknya kalian bisa dapatkan nilai bagus, dan tak perlu lagi mengulang di semester berikutnya … Eheeemmmm …
Berbanding lurus dengan upil yang asik untuk di maenkan, jomblo pun tak pernah bisa lari jadi maenan asik, bahan ojekan yang asik, eh … salah maksut saya ejekan yang asik di manapun habitatnya berkembang. Mungkin untuk hal ini cuma bisa di bayangkan sama mereka – mereka atau kita – kita yang selaras – senasib - sejalan, jadi untuk yang tidak senasib tidak saya sarankan untuk baca tulisan ini, tapi saya sarankan untuk bisa secepatnya merasakan juga bagaimana jadi jomblo. Biar nanti pas umpamanya ada ujian mata kuliah tentang jomblo, setidaknya kalian bisa dapatkan nilai bagus, dan tak perlu lagi mengulang di semester berikutnya … Eheeemmmm …
Eksistensi
upil sudah tak di ragukan lagi dalam dunia upil – mengupil, siapa yang tak
kenal dengan itu upil, tanpa ngiklan, tanpa bikin gosip – gosip, tanpa bikin
ulah, tanpa di sorot oleh media, dan tanpa di liput dalam liputan khusus, tanpa
pencitraan, tanpa pakai sampho, tanpa bikin status alay di media sosial, entah
jurus apa yang di pakai sama si upil ini, semuanya sudah pada kenal dan
mengakui akan keberadaanya. Begitu juga dengan jomblo, keberadaanya pun tak
pernah absen dari alam ini, mungkin tak akan pernah bisa di musnahkan, akan
selalu muncul di generasi – generasi selanjutnya.
Tapi,
yang sering buat saya heran adalah, kenapa seolah – olah jomblo itu jadi momok
atau aib sendiri bagi sebagian orang, ada sebagian yang bahkan menolak akan
keberadaanya, sampai – sampai ada sebuah falsafah “Hari gini Jomblo apa kata
Dunia ?”, padahal untuk masalah upil dia tak pernah bisa untuk menolaknya dan
selalu bisa menerima akan kedatanganya. Ya … setidaknya sampai sekarang saya
belum pernah denger falsafah yang berbunyi “Hari gini Ngupil apa kata Dunia ?”,
tidak munculnya falsafah tersebut karena kita sama – sama mau mengakui kalo
ngupil itu adalah hal yang wajar, bukan suatu hal yang negatif. Harusnya hal
semacam ini juga berlaku untuk jomblo kawan …
Kalo
kita mau sama – sama belajar dan mau berfikir positif tentang jomblo, harusnya fase di mana kita telah jadi
jomblo, harusnya bisa di jadikan sebagai fase di mana kita untuk berkaca.
Berkaca yang berarti berfikir kembali, mengoreksi akan kesalahan – kesalahan
yang telah di perbuat, kenapa kita bisa jadi sebatang jomblo? fase yang
seharusnya bisa kita jadikan untuk meningkatkan kualitas diri untuk membina
hubungan yang selanjutnya, bagi kita – kita yang sekarang lagi jomblo, sudah …
santai saja, nikmati dan mafaatkan sebaik – baiknya fase jomblomu untuk fasemu
selanjutnya. Sebagaimana Abraham Lincon pernah bilang “Jika aku di beri waktu 8
jam untuk menebang sebuah pohon, aku akan menghabiskan 6 jamnya untuk mengasah
kapakku”(Ndak nyambung ya ? … nyambung kok …). Ingat, jomblo bukanlah fase di
mana untuk menggalau ria, mengurung diri dalam kamarnya bagi si Putri, berdoa
minta hujan pas malam minggu bagi si Supri dan menyengsarakan diri karna ndak
bisa pasang foto gandengan di media sosial, dan laen – laenya kamu cari sendiri
saja selanjutnya … karna saya sudah
ngantuk, serta sudah seharusnya juga kalo ngantuk itu mesti tidur dan gak nulis
– nulis gak jelas gini. Kesimpulanya adalah “Ndak ngupil ndak asik, Ndak jomblo
ndak asik”. Zzzzzzzzzzzzz ….
0 komentar:
Posting Komentar